Video ini adalah video yang berisikan acara wisuda mahasiswa dan mahasiswi STKIP PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI RIAU angkatan 1tahun 2016.
This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Minggu, 23 Oktober 2016
WISUDA STKIP TUANKU TAMBUSAI 2016
Video ini adalah video yang berisikan acara wisuda mahasiswa dan mahasiswi STKIP PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI RIAU angkatan 1tahun 2016.
Senin, 17 Oktober 2016
menciptakan semangat belajar di kelas
APAKAH BELAJAR AKTIF DAN MENGAPA BELAJAR AKTIF ITU PENTING?
Anehnya,penggunaan istilah "pembelajaran aktif" oleh para pendidik kita pada umumnya lebih mengandalkan pemahaman intuitif daripada definisi umum yang semestinya. Akibatnya, banyak sekolah menyatakan bahwa semua belajar secara inheren adalah aktif dan bahwa siswa oleh karena itu terlibat aktif saat mendengarkan presentasi formal di kelas. Analisis literatur penelitian (Chickering dan Gamson 1987), menunjukkan bahwa siswa harus melakukan lebih dari sekedar mendengarkan: Mereka harus membaca, menulis, mendiskusikan, atau terlibat dalam memecahkan masalah. Yang paling penting, untuk terlibat secara aktif, siswa harus terlibat sedemikian rupa pada tingkat tinggi tugas berpikir seperti analisis, sintesis, dan evaluasi. Dalam konteks ini, diusulkan bahwa strategi untuk memicu terjadinya belajar aktif didefinisikan sebagai kegiatan instruksional yang melibatkan siswa dalam melakukan sesuatu dan berpikir tentang apa yang mereka lakukan.
Penggunaan teknik ini di dalam kelas sangat penting karena berdampak kuat pada pembelajaran siswa. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa siswa lebih memilih strategi belajar aktif dibanding ceramah tradisional. Studi Penelitian lain yang mengevaluasi hasil belajar siswa telah menunjukkan bahwa strategi belajar aktif lebih unggul bila dibandingkan dengan teknik ceramah dalam mempromosikan penguasaan konten. Selanjutnya, beberapa penelitian kognitif telah menunjukkan bahwa sebagian besar gaya belajar siswa menghendaki teknik-teknik pedagogis selain ceramah.
BAGAIMANA CARA AGAR BELAJAR AKTIF?
Modifikasi tradisional ceramah (Penner 1984) adalah salah satu cara untuk memasukkan pembelajaran aktif di kelas. Penelitian telah menunjukkan, misalnya, bahwa jika seorang guru memungkinkan siswa untuk mengkonsolidasikan catatan mereka dengan menunda sebanyak tiga kali masing-masing selama dua menit selama proses pembelajaran berlangsung, siswa akan belajar jauh lebih banyak tentang informasi yang telah diberikan (Ruhl, Hughes, dan Schloss 1987).
Dua cara sederhana namun efektif lain untuk melibatkan siswa selama KBM adalah memasukkan demonstrasi singkat atau pendek, latihan menulis yang tak perlu diberi nilai dan dilanjutkan dengan diskusi kelas. Alternatif lain yang dapat diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan keterlibatan siswa adalah: (1) umpan balik, yang dibuat di anatara dua ceramah terpisah dengan sesi-kelompok kecil penelitian, dan (2) panduan, di mana siswa mendengarkan 20 - sampai 30-menit presentasi tanpa membuat catatan, diikuti dengan menulis apa yang telah mereka dengarkan selama lima menit tentang apa yang dapat mereka ingat kemudian melanjutkan sisa waktu pelajaran dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling mengklarifikasi dan menguraikan bahan pelajaran yang baru diberikan.Diskusi di kelas merupakan salah satu strategi yang paling umum untuk memicu belajar aktif. Jika tujuan pembelajaran adalah untuk memicu ingatan jangka panjang informasi, untuk memotivasi siswa untuk belajar lebih lanjut, untuk memungkinkan siswa untuk menerapkan informasi dalam situasi baru, atau untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, maka diskusi adalah yang terbaik (McKeachie et al 1986).
Penelitian telah menunjukkan, bahwa untuk mencapai tujuan ini guru harus memiliki teknik alternatif dan strategi yang baik tentang cara mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi diskusi (Hyman 1980) dan harus menciptakan lingkungan yang mendukung baik secara intelektual maupun emosional agar mendorong siswa untuk berani mengambil risiko (Lowman 1984).Beberapa strategi lain untuk memicu terjadinya belajar aktif yaitu pembelajaran berbasis visual. Pembelajaran berbasis visual memberikan titik fokus yang membantu guru untuk melakukan teknik interaktif lainnya. Dalam kelas, menulis merupakan cara yang sangat baik untuk melibatkan siswa dalam melakukan sesuatu dan berpikir tentang hal-hal yang mereka lakukan. Dua strategi populer yaitu model pembelajaran berdasarkan masalah dan Desain Terbimbing (Guided Design). Teknik pembelajaran aktif lainnya yang layak digunakan adalah pembelajaran kooperatif, debat, drama, bermain peran dan simulasi, dan tutor sebaya.
Anehnya,penggunaan istilah "pembelajaran aktif" oleh para pendidik kita pada umumnya lebih mengandalkan pemahaman intuitif daripada definisi umum yang semestinya. Akibatnya, banyak sekolah menyatakan bahwa semua belajar secara inheren adalah aktif dan bahwa siswa oleh karena itu terlibat aktif saat mendengarkan presentasi formal di kelas. Analisis literatur penelitian (Chickering dan Gamson 1987), menunjukkan bahwa siswa harus melakukan lebih dari sekedar mendengarkan: Mereka harus membaca, menulis, mendiskusikan, atau terlibat dalam memecahkan masalah. Yang paling penting, untuk terlibat secara aktif, siswa harus terlibat sedemikian rupa pada tingkat tinggi tugas berpikir seperti analisis, sintesis, dan evaluasi. Dalam konteks ini, diusulkan bahwa strategi untuk memicu terjadinya belajar aktif didefinisikan sebagai kegiatan instruksional yang melibatkan siswa dalam melakukan sesuatu dan berpikir tentang apa yang mereka lakukan.
Penggunaan teknik ini di dalam kelas sangat penting karena berdampak kuat pada pembelajaran siswa. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa siswa lebih memilih strategi belajar aktif dibanding ceramah tradisional. Studi Penelitian lain yang mengevaluasi hasil belajar siswa telah menunjukkan bahwa strategi belajar aktif lebih unggul bila dibandingkan dengan teknik ceramah dalam mempromosikan penguasaan konten. Selanjutnya, beberapa penelitian kognitif telah menunjukkan bahwa sebagian besar gaya belajar siswa menghendaki teknik-teknik pedagogis selain ceramah.
BAGAIMANA CARA AGAR BELAJAR AKTIF?
Modifikasi tradisional ceramah (Penner 1984) adalah salah satu cara untuk memasukkan pembelajaran aktif di kelas. Penelitian telah menunjukkan, misalnya, bahwa jika seorang guru memungkinkan siswa untuk mengkonsolidasikan catatan mereka dengan menunda sebanyak tiga kali masing-masing selama dua menit selama proses pembelajaran berlangsung, siswa akan belajar jauh lebih banyak tentang informasi yang telah diberikan (Ruhl, Hughes, dan Schloss 1987).
Dua cara sederhana namun efektif lain untuk melibatkan siswa selama KBM adalah memasukkan demonstrasi singkat atau pendek, latihan menulis yang tak perlu diberi nilai dan dilanjutkan dengan diskusi kelas. Alternatif lain yang dapat diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan keterlibatan siswa adalah: (1) umpan balik, yang dibuat di anatara dua ceramah terpisah dengan sesi-kelompok kecil penelitian, dan (2) panduan, di mana siswa mendengarkan 20 - sampai 30-menit presentasi tanpa membuat catatan, diikuti dengan menulis apa yang telah mereka dengarkan selama lima menit tentang apa yang dapat mereka ingat kemudian melanjutkan sisa waktu pelajaran dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling mengklarifikasi dan menguraikan bahan pelajaran yang baru diberikan.Diskusi di kelas merupakan salah satu strategi yang paling umum untuk memicu belajar aktif. Jika tujuan pembelajaran adalah untuk memicu ingatan jangka panjang informasi, untuk memotivasi siswa untuk belajar lebih lanjut, untuk memungkinkan siswa untuk menerapkan informasi dalam situasi baru, atau untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, maka diskusi adalah yang terbaik (McKeachie et al 1986).
Penelitian telah menunjukkan, bahwa untuk mencapai tujuan ini guru harus memiliki teknik alternatif dan strategi yang baik tentang cara mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi diskusi (Hyman 1980) dan harus menciptakan lingkungan yang mendukung baik secara intelektual maupun emosional agar mendorong siswa untuk berani mengambil risiko (Lowman 1984).Beberapa strategi lain untuk memicu terjadinya belajar aktif yaitu pembelajaran berbasis visual. Pembelajaran berbasis visual memberikan titik fokus yang membantu guru untuk melakukan teknik interaktif lainnya. Dalam kelas, menulis merupakan cara yang sangat baik untuk melibatkan siswa dalam melakukan sesuatu dan berpikir tentang hal-hal yang mereka lakukan. Dua strategi populer yaitu model pembelajaran berdasarkan masalah dan Desain Terbimbing (Guided Design). Teknik pembelajaran aktif lainnya yang layak digunakan adalah pembelajaran kooperatif, debat, drama, bermain peran dan simulasi, dan tutor sebaya.
Senin, 10 Oktober 2016
LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT MEDIA PENDIDIKAN
LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT MEDIA PENDIDIKAN
Agar media pendidikan yang dibuat dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan maka sangat diperlukan enam langkah-langkah pengembangan program media. Ada beberapa pakar yang menyampaikan tentang langkah-langkah pembuatan media pembelajaran, dengan berbagai spesifikasinya masing-masing. Diantaranya menurut Prof. Dr. H. Aminuddin Rasyad merumuskan enam langkah-langkah pengembangan program media sebagai berikut:
1. Menganalisis keperluan dan karakteristik siswa.
Program dibuat sebelumnya harus meneliti secara seksama pengetahuan awal meupun pengetahuan prasarat yang dimiliki dan tingkat kebutuhan siswa yang menjadi sasaran program yang dibuat. Penelitian ini biasanya menggunakan perangkat tes. Bila tes tidak dapat dilakukan karena factor-faktor pengetahuan siswa, maka pembuat program harus dapat membuat asumsi-asumsi mengenai kemempuan dan ketrampilan siswa.
2. Merumuskan tujuan intruksional dan oprasional.
Pembuatan tujuan dapat member arah kepada tindakan yang dilakukan, termasuk penyesuaian penggunaan media yang digunakan sehingga dapat sinergi antara tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan model dan macam media yang digunakan.
3. Merumuskan butir-butir materi secara terinci.
Setelah tujuan intrusional jelas, kita harus memikirkan bagaimana caranya agar siswa memiliki kemampuan dan ketrampilan. Untuk mengembangkannya tujuan yang telah dirumuskan dianalisis lebih lanjut. Demikian pula cara pengembangan bahan yang harus dipelajari siswa. Setelah daftar pokok pelajaran diperoleh, selanjutnya mengorganisasikan urutan penyajian yang logis, dari yang sederhana sampai kepada hal yyang rumit, dari yang kongkrit kepada yang abstrak.
4. Mengembangkan alat pengukur keberhasilan.
Alat pengukur keberhasilan siswa ini perlu dirancang secara seksama sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, bisa berupa tes, penugasan atau daftar cek perilaku. Sebaiknya dalam tes tersebut harus tercakup semua kemampuan dan ketrampilan yang dimuat dalam tujuan intruksional yang dibuat.
5. Menulis naskah media/Menyusun media yang digunakan
Setelah penyusunan tujuan pembelajaran dilaksanakan penyusunan media yang digunakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai tersebut. Penyusunan dan pembuatan media pembelajaran dengaan langkah-langkah dan tahapan-tahapan yang tersusun secara sistematis ini harus sinergi dengan tujuan dan sesuai dengan tingkat pemahaman serta ketrampilan siswa. Sehingga fungsi media benar-benar dapat menjadi alat untuk mempernudah dalam pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan dan bukan sebaliknya justru menjadi mempersulit tingkat pemahaman siswa.
6. Mengadakan test dan revisi.
Setelah media pembelajaran dibuat tujuan, pembuatan narasi, proses editing dan diuji coba langkah yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi penggunaan media dalam proses intruksional. Sehingga dapat mengetahui tingkat kelemahan dan kelebihan media yang digunakan. Langkah selanjutnya yaitu melakukan test dan revisi, manfaatnya kita bisa mengetahui tingkat efektifitas proses intruksional dan media yang digunakan serta problematika yang dihadapi .
Menrut penulis langkah-langkah pembuatan media pembelajaran yag disampaikan oleh Prof. Dr. H. Aminuddin Rasyad dalam buku Materi Pokok Media Pengajaran tersebut belum mencantumkan langkah yang mendasar yang berupa ide atau pemikiran yang menjadi pijakan dalam perumusan pembuatan media pembelajaran itu sendiri.
Sedangkan menurut Drs. Rahmat, Ph.D, 2010 dalam bukunya Media Pembelajaran Suatu Pengantar, beliau memaparkan langkah-langkah pembuatan media pembelajaran sebagai berikut:
1. Membuat ide/gagasan/pemikiran
2. Menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa
3. Merumuskan tujuan
4. Menentukan kerangka isi bahan pelajaran
5. Menentukan jenis media
6. Menentukan treatmen dan partisipasi siswa
7. Membuat skets/story board
8. Menentukan bahan / alat yang digunakan
9. Pelaksanaan pembuatan media
10. Penyuntingan
11. Uji coba (jika mungkin dilakukan)
12. Melaksanakan kegiatan dan mengevaluasi
Agar media pendidikan yang dibuat dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan maka sangat diperlukan enam langkah-langkah pengembangan program media. Ada beberapa pakar yang menyampaikan tentang langkah-langkah pembuatan media pembelajaran, dengan berbagai spesifikasinya masing-masing. Diantaranya menurut Prof. Dr. H. Aminuddin Rasyad merumuskan enam langkah-langkah pengembangan program media sebagai berikut:
1. Menganalisis keperluan dan karakteristik siswa.
Program dibuat sebelumnya harus meneliti secara seksama pengetahuan awal meupun pengetahuan prasarat yang dimiliki dan tingkat kebutuhan siswa yang menjadi sasaran program yang dibuat. Penelitian ini biasanya menggunakan perangkat tes. Bila tes tidak dapat dilakukan karena factor-faktor pengetahuan siswa, maka pembuat program harus dapat membuat asumsi-asumsi mengenai kemempuan dan ketrampilan siswa.
2. Merumuskan tujuan intruksional dan oprasional.
Pembuatan tujuan dapat member arah kepada tindakan yang dilakukan, termasuk penyesuaian penggunaan media yang digunakan sehingga dapat sinergi antara tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan model dan macam media yang digunakan.
3. Merumuskan butir-butir materi secara terinci.
Setelah tujuan intrusional jelas, kita harus memikirkan bagaimana caranya agar siswa memiliki kemampuan dan ketrampilan. Untuk mengembangkannya tujuan yang telah dirumuskan dianalisis lebih lanjut. Demikian pula cara pengembangan bahan yang harus dipelajari siswa. Setelah daftar pokok pelajaran diperoleh, selanjutnya mengorganisasikan urutan penyajian yang logis, dari yang sederhana sampai kepada hal yyang rumit, dari yang kongkrit kepada yang abstrak.
4. Mengembangkan alat pengukur keberhasilan.
Alat pengukur keberhasilan siswa ini perlu dirancang secara seksama sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, bisa berupa tes, penugasan atau daftar cek perilaku. Sebaiknya dalam tes tersebut harus tercakup semua kemampuan dan ketrampilan yang dimuat dalam tujuan intruksional yang dibuat.
5. Menulis naskah media/Menyusun media yang digunakan
Setelah penyusunan tujuan pembelajaran dilaksanakan penyusunan media yang digunakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai tersebut. Penyusunan dan pembuatan media pembelajaran dengaan langkah-langkah dan tahapan-tahapan yang tersusun secara sistematis ini harus sinergi dengan tujuan dan sesuai dengan tingkat pemahaman serta ketrampilan siswa. Sehingga fungsi media benar-benar dapat menjadi alat untuk mempernudah dalam pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan dan bukan sebaliknya justru menjadi mempersulit tingkat pemahaman siswa.
6. Mengadakan test dan revisi.
Setelah media pembelajaran dibuat tujuan, pembuatan narasi, proses editing dan diuji coba langkah yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi penggunaan media dalam proses intruksional. Sehingga dapat mengetahui tingkat kelemahan dan kelebihan media yang digunakan. Langkah selanjutnya yaitu melakukan test dan revisi, manfaatnya kita bisa mengetahui tingkat efektifitas proses intruksional dan media yang digunakan serta problematika yang dihadapi .
Menrut penulis langkah-langkah pembuatan media pembelajaran yag disampaikan oleh Prof. Dr. H. Aminuddin Rasyad dalam buku Materi Pokok Media Pengajaran tersebut belum mencantumkan langkah yang mendasar yang berupa ide atau pemikiran yang menjadi pijakan dalam perumusan pembuatan media pembelajaran itu sendiri.
Sedangkan menurut Drs. Rahmat, Ph.D, 2010 dalam bukunya Media Pembelajaran Suatu Pengantar, beliau memaparkan langkah-langkah pembuatan media pembelajaran sebagai berikut:
1. Membuat ide/gagasan/pemikiran
2. Menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa
3. Merumuskan tujuan
4. Menentukan kerangka isi bahan pelajaran
5. Menentukan jenis media
6. Menentukan treatmen dan partisipasi siswa
7. Membuat skets/story board
8. Menentukan bahan / alat yang digunakan
9. Pelaksanaan pembuatan media
10. Penyuntingan
11. Uji coba (jika mungkin dilakukan)
12. Melaksanakan kegiatan dan mengevaluasi
Cara Melatih Keterampilan Berbicara
- Biasakan berbicara di depan orang banyak. Banyak orang berusaha menghindar ketika diminta berbicara di depan orang banyak dengan berbagai alasan. Padahal, jika dibiasakan maka berbagai alasan menghindar itu bisa teratasi. Saya masih ingat ketika SMP ikut lomba pengucapan janji siswa di hadapan guru dan ditonton banyak siswa lainnya. Deg-degan luar biasa, keringat dingin mengalir deras, tapi karena terpaksa akhirnya naik juga. Dari pengalaman pertama itu membuat penampilan berikutnya di depan orang banyak bisa lebih percaya diri. Baik itu menyampaikan pidato atau melakukan presentasi.
- Banyak berdiskusi dengan orang lain. Kumpul dengan teman-teman dan mendiskusikan topik tertentu bisa juga mengasah kemampuan bicara kita. Asalkan kita mau ikut aktif dalam diskusi dan tidak jadi pendengar saja.
- Aktif di organisasi. Sejak SMP saya sudah aktif di organisasi, mulai dari ketua OSIS, ketua Pramuka, bahkan ketua kelas. Selain jadi tenar, salah satu manfaatnya adalah melatih keterampilan bicara. Sebagai seorang ketua, mau tak mau harus bisa bicara di depan. Mulai dari terbata-bata, banyak eee…, banyak melihat ke plafon hingga akhirnya jadi biasa-biasa saja dan tertata dengan baik.
- Bergaullah. Tinggal di kos-kosan mahasiswa juga membawa andil dalam kemampuan berbicara saya. Karena setiap saat ada saja topik yang bisa dibicarakan dan tentu lawan bicara tersedia banyak. Yang penting adalah mau bergaul dengan yang lain. Siapa saja. Bagi yang tidak tinggal di kos-kosan, wadah bergaul tentu banyak yang lain. Anda bisa menemukan komunitas untuk bergaul, misal komunitas olahraga, hobi, dll. Jika Anda sudah punya komunitas, usahakan jangan pasif. Aktiflah berdiskusi atau sekadar basa-basi untuk melatih keterampilan berbicara Anda.
TIPS CARA BELAJAR BERKUALITAS YANG EFEKTIF DAN EFISIEN
10 Tips Cara Belajar Berkualitas Yang Efektif dan Efisien
- Berdoa sebelum dan sesudah belajar, doa menguatkan jiwa dan memberikan keberkahan pada usaha karena itu jangan pernah dilupakan, usaha dunia tapi berpahala akhirat
- Tentukan tujuan belajar, belajar untuk apa, untuk mencapai apa, untuk menguasai apa atau untuk tujuan apa? menentukan tujuan belajar akan membuat belajarmu bisa lurus di jalurnya dan tidak menggak-menggok
- Tentukan target hidup yang ingin dicapai dari hasil belajar, misalnya nilai ulangan tinggi, nilai raport memuaskan atau lulus dengan prestasi. menentukan target hidup akan memberi motivasi agar belajar terus bersemangat. bila perlu tuliskan target hidup kalian sebagai cita-cita dan tempelkan di tempat yang bisa kalian lihat setiap hari.
- Buatlah jadwal belajar dan taati jadwal itu. Buatlah jadwal jam berapa saja kalian harus belajar dan berapa lama kalian belajar. Belajar yang terjadwal akan menjadi pedoman harian bagi kalian untuk tetap belajar setiap hari tanpa absen, berikan sanksi diri jika kalian melanggarnya, misalnya dengan menggantinya di jam yang lain hari itu dengan durasi yang sama persis dan ditambah menghafal lima suku kata bahasa Inggris dan lain-lain. Ingat : singkat OK tapi rutin, jangan SKSan. Belajar singkat tapi rutin jauh lebih baik dari sistem kebut semalam
- Istirahatlah, berikan rehat bagi diri kalian sendiri dari aktifitas belajar, misalnya setelah belajar selama satu jam istirahatlah selama 5 sampai 10 menit dengan kegiatan santai yang kalian sukai, sekedar minum atau jalan-jalan sebentar
- Tuliskan dan tandai, tuliskan hal-hal penting dari yang dipelajari dari buku sumber belajar dalam buku catatan, buatlah ringkasan atau kata-kata kunci, kalau perlu buat jembatan keledai agar mudah diingat. Tandai bagian yang penting dari buku sumber dengan tanda-tanda yang menarik dan mudah dilihat, kalau buku itu milik sendiri bisa menggunakan stabilo atau pensil warna, kalau ingin buku tetap bersih bisa menggunakan potongan kertas warna-warni yang diselipkan di halaman buku yang diinginkan
- Kondisikan dan nikmati, kondisikan ruang belajar kamu agar nyaman untuk belajar, atur sedemikian rupa sehingga meja, kursi, rak buku, dan lampu pada posisi yang pas untuk mendukung kenyamanan belajar, berikan hiasan yang membuat kamu nyaman dan senang berada disana, bermainlah dengan warna-warna yang cerah dan lembut untuk cat tembok dan furniture, kalau memungkinkan berilah tanaman hijau dalam pot yang cocok untuk indoor agar suasana segar dapat kau rasakan, setelah itu nikmati
- Jauhkan semua gangguan, kalau tidak bisa, maka kalian yang harus menjauhinya, misalnya televisi, yang terbaik terkait dengan televisi ini adalah adanya kesepakatan seluruh anggota keluarga yaitu dengan tidak menghidupkan televisi pada jam-jam belajar
- Kenali tipe belajarmu, kalau kamu suka belajar dengan simbol, gambar dan visualisasi maka belajarlah yang melibatkan hal-hal visual yang akan membuatmu tertarik, misalnya dengan memperhatikan gambar-gambar pada buku sumber kemudian menelaah penjelasannya, gunakan ilustrasi dan warna yang bervariasi dalam buku catatanmu agar selalu berminat untuk mempelarinya. Kalau kamu suka belajar dengan mendengarkan suara kamu bisa membaca sambil bersuara, atau sambil mendengarkan suara lain yang kamu sukai
- Baca, baca, dan baca, jangan bosan jangan malas untuk membaca dan terus giat membaca, karena membaca menjadi pintu masuk pengetahuan dan wawasan yang merupakan tahapan belajar dasar, semua sumber belajar sekarang ini kebanyakan berbasis teks, jadi jangan malas untuk membaca, kalau ada waktu luang diluar jadwal belajarmu gunakan untuk membaca agar wawasanmu makin luas dan pengetahuanmu terus bertambah
Senin, 03 Oktober 2016
pembelajaran bahasa menggunakan permainan
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PAHLAWAN TUANKU
TAMBUSAI RIAU
2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya sehingga makalah ini dapat kami
susun dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa manusia menujunjalan kebenaran.
Makalah ini ditunjukkan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas Tinggi.
Diharapkan dengan penyusunan makalah ini pemahaman kami tentang Pembelajaran
Bahasa Indonesia di SD Menggunakan Permainan.
Kami
menyadari bahwa makalah ini dalam penyusunan jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan, atau pun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun sebagai acuan dalam bekal pengalaman
bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini memberikan
informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Serta dapat memberikan wawasan
yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca.
Bangkinang, 23
September 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR
ISI............................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A. Latar
Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.......................................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................................ 1
BAB
II PEBAHASAN............................................................................................. 3
A. Hubungan
Bermain Dengan Belajar.............................................................. 3
B. Pengertian
Bermain........................................................................................ 4
C. Teori
Bermain................................................................................................. 7
D. Karakteristik
Kegiatan Bermain................................................................ .... 7
E. Fungsi
Bermain Dalam Pendidikan............................................................... 8
F. Permainan
Bahasa.......................................................................................... 8
G. Model-Model
Pengembangan Pembelajaran Dengan Permainan Bahasa...... 12
BAB
III PENUTUP.................................................................................................. 14
A. Kesimpulan.................................................................................................... 14
B. Saran.............................................................................................................. 14
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Belajar
tidak mungkin dipaksakan. Cara belajar yang baik, salah satunya adalah dalam
suasana tanpa tekanan dan paksaan. Tentunya, cara belajar yang paling
menyenangkan adalah sambil bermain. Naluri anak yang harus memperoleh
kesempatan untuk bermain, tetap tersalurkan. Permainan biasanya dapat dilakukan
dengan menirukan atau memperagakan keadaan yang sebenarnya.
Teknik
mengajar dengan permainan, terutama sangat efektif untuk menjelaskan suatu
pengertian yang bersifat abstrak atau konsep yang sering sulit dijelaskan
dengan kata-kata. Melalui permainan yang dirancang khusus, para siswa dapat
mengalami sendiri secara langsung suatu kejadian. Dengan permainan, siswa dapat
memahami suatu konsep, prinsip, unsur pokok dan hasil. Misalnya, untuk
menjelaskan fonologi dan inotasi yang tidak ada wujud bendanya, permainan dapat
menguraikan secara rinci dan jelas melalui prilaku siswa yang turut dalam
permainan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana hubungan bermain dengan
belajar?
2.
Apa pengertian bermain?
3.
Apa saja karakteristik kegiatan
bermain?
4.
Bagaimana fungsi bermain dalam
pendidikan?
5.
Apa saja permainan bahasa?
6.
Bagaimana membuat model-model
pengembangan pembelajaran dengan permainan bahasa?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui hubungan bermain
dengan belajar.
2.
Untuk mengetahui pengertian bermain.
3.
Untuk mengetahui karakteristik
bermain.
4.
Untuk mengetahui fungsi bermain
dalam pendidikan.
5.
Untuk mengetahui permainan bahasa.
6.
Untuk mengetahui model-model
pengembangan pembelajaran dengan permainan bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hubungan
Bermain dengan Belajar
Anak-anak bermain dengan berbagai
bentuk dan cara. Ada permainan tertentu yang bentuknya berupa aktivitas yang
mereka lakukan dengan manusia (people). Mereka bermain dengan teman
sejawatnya, dengan kakak-adik-saudaranya, atau juga bermain dengan kita. Ada
juga bentuk permainan yang mereka lakukan dengan benda-benda (toys),
dari mulai yang paling canggih sampai yang sederhana, seperti sepeda atau bola.
Soal caranya, Mildred B. Parten (1932) mengamati ada enam cara bermain yang
biasa mereka tempuh. Keenam cara itu bisa kita lihat di bawah ini:
1. Unoccupied play: anak kita hanya berposisi sebagai
pemerhati anak lain yang bermain.
2. Onlooker play: mereka melihat dan bertanya pada
anak lain yang sedang bermain, tetapi tidak mau terlibat.
3. Solitary play: mereka bermain dengan barang
mainannya tanpa ada keterlibatan dengan temanya, terkadang juga ngomong
sendiri.
4. Paralel play: mereka sama-sama bermain dengan
temannya (bukan bermain bersama), masing-masing memainkan barang mainan yang
dibawa, tanpa ada interaksi dalam permainan
5. Assosiative play: mereka saling tukar barang
mainan, namun tidak ada aturan yang mereka sepakati.
6. Co-operative play: mereka bermain dangan aturan yang
mereka sepakati, misalnya bermain bola, perlombaan dalam naik sepeda, bermain game
di komputer, dan biasanya menerapan hukum siapa yang kalah dan siapa yang
menang.
Berbagai
cara dalam bermain itu mereka lakukan sesuai dengan perkembangan usia dan jenis
kelamin. Anak perempuan, katanya, lebih suka bermain secara paralel, sementara
anak laki-laki bermain secara associative dan co-operative.
Terlepas apapun cara bermain yang mereka tempuh, sejauh menyenangkan dan tidak
membahayakan, bermain itu juga memberikan dampak perkembangan psikologis
tertentu.
Dalam
keilmuannya, banyak pendapat yang membeberkan hubungan sinergis antara bermain
dan belajar, tetapi dalam prakteknya, tradisi kita pada umumnya masih
mengkontradiksikan antara bermain dan belajar. Inipun muncul dengan berbagai
alasan. Misalnya saja main berlebihan sehingga tidak bisa berkonsentrasi
belajar (akademik) pada saat konsentrasi itu dibutuhkan. Atau juga, mereka
bermain hanya untuk bermain sehingga proses pembelajaran mental yang mestinya
mereka dapatkan dari permainan itu kurang optimal.
Untuk yang
terakhir itu, memang tidak bisa hanya mengandalkan pada kapasitas anak-anak.
Karena itu, di sinilah perlunya kita memfasilitasi anak-anak agar bisa menyerap
berbagai materi pembelajaran mental yang mestinya mereka dapatkan dari
permainan yang mereka lakukan. Tentu saja harus mengedepankan asas
menyenangkan, tidak tegang, atau tidak terlalu tinggi untuk bisa ditangkap oleh
jangkauan berpikir mereka. Akan lebih bagus lagi kalau ditambah dengan
cerita-cerita kepahlawanan, kesalehan, dan kehebatan sosok yang mereka kagumi
pada saat kondisi jiwa mereka siap menerima (story telling method).
B.
Pengertian
Bermain
Pengertian bermain sangatlah unik dan deskriptif. Terdapat
berbagai pandangan dan pengertian yang diberikan oleh kaum akademik maupun
nonakademik secara luas dan beraagam, mulai teori klasik yang dikaitkan dengan
“surplus energy” dan hewan. Teori ini menyatakan, semakin tinggi spesies
makhluk hidup semakin banyak waktu dihabiskan untuk bermain di mana pada kasus
spesies yang lebih rendah energi dikeluarkan hanya untuk memenuhi kebutuhan
utama organisme tersebut. Antara tahun 50-an hingga 70-an teori-teori tentang bermain muncul. Ada teori
bermain yang dikaitkan dengan dorongan dan keperluan dasar organisme. Disamping
itu ada juga teori yang menyatakan bermain sebagai komunikasi, bermain sebagai
peluang menjelajah perilaku baru bahkan Heron (1971) menegaskan bermain sebagai
suatu pekerjaan bagi anak-anak. Lebih jauh Moyles (1991) menegaskan bahwa
bermain adalah suatu proses yang diperlukan baik oleh anak-anak maupun orang
dewasa. Bermain merupakan proses
pembelajaran yang melibatkan pikiran, persepsi, konsep, kemahiran sosial dan
fisik. Selain itu bermain juga dikaitkan dengan ganjaran instrinsik dan
kegembiraan. Dengan demikian bermain merupakan aktivitas yang natural bagi
anak-anak yang memberi peluang kepada mereka untuk mencipta, menjelajah dan
mengenal dunia mereka sendiri.
Menurut tokoh-tokoh pendidikan anak-anak, seperti: Plato,
Aristoteles, Frobel, Hurlock dan Spencer
(dalam Satya, 2006) bermain adalah suatu
upaya anak untuk mencari kepuasan,
melarikan diri ke alam fantasi dengan melepaskan segala keinginannya yang tidak
dapat tersalurkan, seperti : keinginan untuk menjadi presiden, raja,
permaisuri, cinderella dan lain-lain. Bermain sebagai kegiatan mempunyai nilai praktis. Artinya bermain
digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu
pada anak. Sedangkan menurut Hurlock, bermain adalah setiap kegiatan yang
dilakukan untuk kesenangan. Di samping itu bermain bagi anak adalah upaya yang menyalurkan energi yang
berlebihan dan dapat menghindari hal-hal negatif yang diakibatkan dari tenaga
yang berlebihan, salah-satu contoh akibat dari kelebihan tenaga ini adalah
timbulnya perkelahian antar pelajar.
Menurut Rebecca Isbell dalam bukunya The Complete
Learning Center Book, “Play is Children’s Work and Children Want to
Play”, dalam bermain, anak-anak mengembangkan keahlian memecahkan
masalah dengan menggunakan berbagai cara untuk melakukan sesuatu dan
menentukan pendekatan terbaik. Dalam bermain anak-anak menggunakan
bahasa untuk melakukan kegiatan mereka, memperluas dan memperbaiki
bahasa mereka sambil berbicara dengan anak lainnya. Ketika bermain, mereka
belajar tentang orang lain selain dirinya dan mereka mencoba berbagai peran
dan menyesuaikan diri saat bekerjasama dengan orang lain. Bermain membentuk
perkembangan anak pada semua bagian: intelektual, sosial, emosional dan
fisik (Isbell dalam Satya, 2006).
Bermain adalah pekerjaan anak-anak dan anak-anak sangat
gemar bermain. Dalam bermain anak mengembangkan keterampilan memecahkan masalah
dengan mencoba berbagai cara dengan mengerjakan sesuatu dan memilih dan
menentukan cara yang paling tepat. Dalam bermain anak-anak menggunakan bahasa
untuk membawakan aktivitasnya, memperluas dan menyaring bahasa mereka dengan
berbicara dan mendengar anak lain. Ketika bermain mereka belajar memahami orang
lain dengan cara mensepakati komitmen yang mereka buat dari berbagai aturan dan
menilai pekerjaan secara bersama-sama. Bermain mematangkan perkembangan
anak-anak dalam semua area; intelektual, sosial ekonomi dan fisik.
Bermain bagi anak adalah apa yang mereka lakukan sepanjang
hari, bermain adalah kehidupan dan kehidupan adalah bermain. Anak-anak tidak
membedakan antara bermain, belajar dan bekerja. Anak-anak adalah pemain alami,
mereka menikmati bermain dan dapat berkonsentrasi dalam waktu yang lama untuk
sebuah keterampilan. Bermain merupakan motivasi interinsik bagi anak dan tidak
ada seorangpun yang dapat mengatakan apa yang akan dilakukan dan bagaimana
melakukannya.
Dalam bermain anak dapat mengembangkan mental, menumbuhkan
kemampuan untuk memecahkan masalah dalam hidupnya (perkembangan sosial) dan
meningkatkan kebugaran komponen motoriknya. Tidak ada satu definisi yang
dapat menjelaskan arti bermain yang
sebenarnya.( Mary Mayesky, 1990; dalam Satya 2006).
Permainan anak-anak merupakan wadah dasar dan indikator
pengembangan mental. Bermain memungkinkan anak-anak untuk memajukan
perkembangannya seperti sensori motor, intelegensi pada bayi, mulai dari
operasional sampai operasional konkrit pada anak pra sekolah juga mengembangkan
kognitif, fisik, dan perkembangan sosial ekonomi (George W Maxim, 1992, dalam
Satya 2006).
Bermain merupakan kepentingan utama seorang anak dalam
hidupnya, lewat bermain ia belajar keahlian untuk bertahan dan menemukan pola
dalam dunia yang penuh kebingungan. (Lee, 1977).
Bermain merupakan tujuan dasar dari belajar pada masa
kanak-kanak. Anak-anak secara bertahap mengembangkan konsep dari hubungan yang
wajar, kemampuan untuk membedakan, untuk menilai, untuk menganalisis dan
mengambil intisari, untuk membayangkan dan merumuskan.
C. Teori Bermain
Secara
umum teori-teori tentang bermain dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai
berikut :
1.
Teori Klasik
2.
Teori Modern
D. Karakteristik Kegiatan Bermain
George W Maxim (dalam Satya, 2006) mengemukakan lima
karakteristik yang dapat diidentifikasi dalam bermain yaitu :
1. Motivasi interinsik, aktivitas
bertujuan untuk kesenangan dan motivasi datang dari dalam diri anak
2. Penekanan pada proses bukan hasil
3. Perilaku nonliteral, anak-anak
menggunakan kekuatan yang luar biasa untuk berpura-pura selama bermain
4. Kebebasan
5. Kesenangan
Sedangkan karakteristik bermain yang
dikemukakan oleh Mary Mayesky antara lain:
1. Bagian alami dalam kehidupan anak,
orang dewasa tidak dapat mengemukakan
bagaimana anak bermain
2. Langsung pada diri sendiri
3. Aktivitas kreatif bukan hasilnya
4. Aktivitas total
5. Sesuatu yang sensitif bagi anak
E.
Fungsi
Bermain dalam Pendidikan
1.
Pendapat
Huizinga (1950) karena masalah permainan dalam perluasannya merupakan gejala kebudayaan, maka dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa permainan itu mempunyai makna pendidikan
praktis.
2.
Montessori
(Bigot, Kohnstamm, dan Pallad, 1950 : 273) menyebutkan permainan sebagai alat untuk mempelajari
fungsi. Rasa senang akan terdapat dalam segala macam jenis permainan, akan
merupakan dorongan yang kuat untuk mempelajari sesuatu.
3.
Bucher
(1960 : 48) berpendapat bahwa permainan yang telah lama dikenal oleh anak-anak, orang tua, laki-laki maupun
perempuan, mampu menggerakkan untuk berlatih, bergembira, dan rileks. Permainan
merupakan salah satu komponen pokok pada tiap program pendidikan jasmani, oleh
sebab itu guru pendidikan jasmani harus mengenal secara mendalam tentang seluk
beluk permainan.
F.
Permainan Bahasa
Dengan jalan bermain, dapat diperoleh suatu kegembiraan atau
kepuasan. Dibalik kegembiraan atau kepuasan, sebenarnya siswa memperoleh
sejumlah keterampilan. Di dalam setiap permainan, terdapat suatu tantangan yang
harus dihadapi. Tantangan itu kadang-kadang berupa masalah yang harus
dipecahkan, kadang-kadang berupa rintangan yang harus diatasi, kadang-kadang
pula berupa kompetisi yang harus dimenangkan.
Untuk memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam bidang
kebahasaan, dapat ditempuh melalui berbagai permainan. Permainan-permaian yang
berfungsi untuk melatih keterampilan dalam bidang kebahasaan itulah yang
dinamakan permainan bahasa. Dalam kehidupan sehari-hari, permainan semacam itu
sudah sering dilakukan. Akan tetapi pada umumnya hanya merupakan kegiatan
pengisi waktu luang saja.
Tujuan permainan bahasa menurut Soeparno (1980: 60) yaitu
untuk memperoleh kegembiraan dan memperoleh keterampilan tertentu dalam bidang
kebahasaan. Apabila ada jenis permainan namun tidak ada keterampilan kebahasaan
yang dilatihkan, maka permainan tersebut bukanlah permainan bahasa.
Berikut ciri-ciri permainan bahasa yang baik dan cocok
dipraktikkan dalam pengajaran bahasa:
1. Dapat mengukuhkan dan meningkatkan
penguasaan bahasa, seperti mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Selain
itu juga dapat meningkatkan penguasaan unsur bahasa. (kosa kata dan tata
bahasa).
2. Mempunyai rangsangan dan bahan yang
menarik sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa pelajar.
3. Memberikan peluang kepada siswa
untuk bertindak secara aktif dan positif serta dapat meningkatkan minat mereka.
4. Melibatkan peserta didik secara
aktif, baik dalam kelompok maupun kelas.
5. Mempunyai petunjuk dan peraturan
yang jelas serta mudah dipahami.
6. Dapat dijalankan dalam jangka waktu
dan tempat yang sesuai agar pembelajaran dapat dicapai secara objektif.
Terdapat beragam macam
permainan yang dapat diguanakan untuk pembelajaran Bahasa Indonesia. Beberapa
contoh diantaranya sebagai berikut:
1.
Bisik Berantai
Permainan ini dilakukan dengan cara setiap siswa
harus membisikkan suatu kata (untuk kelas rendah) atau kalimat atau cerita
(untuk kelas tinggi) kepada pemain berikutnya. Terus berurut sampai pemain
terakhir. Pemain terakhir harus mengatakan isi kata atau kalimat atau cerita
yang dibisikkan. Permainan
ini dapat dilombakan dengan cara berkelompok. Permainan ini melatih
keterampilan menyimak atau mendengarkan.
Contoh :
Guru
membisikkan sebuah kalimat atau menunjukkan sebuah tulisan yang harus dibaca
oleh siswa pertama. Siswa terakhir tidak harus mengucapkan apa yang di bisikkan
, tettapi menuliskannya di papan tulis. Dengan demikian permainan ini dapat
untuk melatih empat macam keterampilan membaca sekaligus.
2.
Bertanya dan Menerka
Pada permainan ini siswa dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok satu sebagai penjawab dan
kelompok kedua sebagai penannya. Kelompok penjawab harus menyembunyikan satu
benda yang akan diterka oleh kelompok penannya dengan cara memberi pertanyaan
yang mengarah kepada benda yang harus diterka. Setiap anggota kelompok penanya
diberi kesempatan untuk memberikan satu pertanyaan kepada kelompok penjawab.
Kelompok penjawab hanya boleh menjawab ”ya” atau ”tidak”. Setelah seluruh
anggota kelompok bertanya, maka kelompok harus berunding dari hasil jawaban
penjawab, benda apa yang disembunyikannya itu. Bila dapat diterka, maka
kelompok penanya mendapat nilai. Permainan ini untuk melatih berbicara dan
berpikir analisis.
Contoh :
Siswa di bagi atas beberapa
kelompok, satu diantaranya menjadi kelompok penjawab yang ditugaskan untuk
menyembunyikan satu benda dan yang lainnya menjadi kelompok penanya. Setiap kelompok
diberikan kesempatan untuk memberikan satu pertanyaan dan kelompok penjawab
hanya bisa menjawab iya atau tidak.
3.
Meloncat Bulatan Kata
Buatlah bulatan-bulatan dari kertas karton,
kira-kira sebesar piring. Tulislah nama-nama susunan
keluarga, misalnya; ayah, ibu, kakak, adik. Pasanglah bulatan kata itu di lantai. Bentuklah
siswa menjadi beberapa kelompok. Seluruh siswa setiap kelompok meloncati
bulatan kata yang diucapkan kelompok lain atau guru. Misalnya loncat ke kakak,
loncat ke ibu, loncat ke adik. Dengan demikian, setiap anak membaca bulatan
untuk diinjak. Lebih
meningkat lagi, bulatan kata bisa dalam bentuk yang lebih sulit, misalnya kata
yang bila digabung menjadi kalimat. Kata dalam bulatan disebar di lantai dan
memungkinkan dapat menyusun beberapa kalimat bila diloncati dengan benar. Permainan
ini untuk membaca permulaan.
Contoh :
a. Ayah pergi ke pasar. Jadi siswa harus loncat ke
ayah, pergi ke dan pasar.
b. Ayah membawa buku. Siswa harus meloncat ke ayah,
membawa dan buku.
4.
Simak
kerjakan
Dalam pemainan ini pemain dibagi menjadi 2 kelompok. Setiap
pemain dalam kelompok masing-masing harus mengikuti perintah yang diberikan
oleh guru dengan syarat-syarat tertentu.
Contoh :
Suatu
perintah “pegang telinga kiri dengan tangan kana lewat kepala belakang”. “tutup
hidungmu dengan jari telunjuk kanan secara melintang”. Permainan ini untuk
melatik keterampilan menyimak.
5.
Menyusun Kaliamat Dari Kata Akhir
Pada
permainan ini anak diminta untuk berdiri berjajar. Selanjutnya guru mengawali
dengan sebuah kalimat, dari kalimat yang sudah diucapkan secara lisan akan
ditemukan kata akhir. Kata akhir tersebut lalu digunakan oleh anak berikutnya
menjadi kata pertama untuk membuat kalimat baru.
Contoh :
a. Setiap hari aku pergi kesekolah
naik sepeda
b. Sepeda baru aku adalah hadiah
lomba melukis
6.
Kata
dari Wacana
Permainan ini dimainkan secara berkelompok. Siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok mendapat fotocopy wacana yang harus
dibaca. Setiap kelompok harus mengajukan satu kata yang telah didiskusikan,
dikatakan pada kelompok lain. Kelompok yang diberi kata harus memberikan
kata-kata lain yang berhubungan dengan kata yang diucapkan oleh kelompok
pemberi kata.
Contoh :
Dari
wacana musim hujan, kelompok mengambil
kata hujan, maka kelompok lain
menebak sebanyak mungkin kata yang berkaitan dengan hujan, seperti banjir,
dingin, basah dan lain-lain. Permainan ini untuk melatih keterampilan membaca
dan kosa kata.
G. Membuat Model-Model Pengembangan
Pembelajaran dengan Permainan Bahasa
a.
Menyusun Kaliamat Dari Kata Akhir
Pada
permainan ini anak diminta untuk baris berjajar. Selanjutnya guru mengawali
dengan sebuah kalimat, dari kalimat yang sudah diucapkan secara lisan akan
ditemukan kata akhir. Kata akhir tersebut lalu digunakan oleh anak berikutnya
menjadi kata pertama untuk membuat kalimat baru. Contoh :
c. Setiap hari aku pergi kesekolah
naik sepeda
d. Sepeda baru aku adalah hadiah
lomba melukis
e. Melukis adalah yang paling
aku suka
f. Sukailah karya
bangsa sendiri
g. Sendiri di rumah
sangat susah
h. Susah senang itu adalah kembang
kehidupan
i.
Kehidupan di
dunia hanyalah sementara. dan seterusnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bermain merupakan proses
pembelajaran yang melibatkan pikiran, persepsi, konsep, kemahiran sosial dan
fisik. Selain itu bermain juga dikaitkan dengan ganjaran instrinsik dan
kegembiraan. Dengan demikian bermain merupakan aktivitas yang natural bagi
anak-anak yang memberi peluang kepada mereka untuk mencipta, menjelajah dan
mengenal dunia mereka sendiri.
Permainan bahasa merupakan
permainan-permaian yang berfungsi untuk melatih keterampilan dalam bidang
kebahasaan. Pada dasarnya tujuan permainan bahasa yaitu untuk memperoleh
kegembiraan dan memperoleh keterampilan tertentu dalam bidang kebahasaan.
Apabila ada jenis permainan namun tidak ada keterampilan kebahasaan yang
dilatihkan, maka permainan tersebut bukanlah permainan bahasa. (Soeparno 1980:
60)
B.
Saran
Bagi guru-guru sekolah dasar dan
calon guru sekolah dasar yang akan menggunakan permainan bahasa selayaknya
terlebih dahulu mempelajari permainan bahasa dari sumber yang lebih lengkap
lagi untuk menyesuaikan dengan karakteristik dan perkembangan anak didiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Simon,
Rochdi, dkk. (2007). Model Permainan di
Sekolah Dasar. FIP. UPI
Sugiarsih,
Septia. (2010). Permainan Bahasa Dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. FIP. Universitas Negeri Yogyakarta
Sudono,
Anggani. 2000. Sumber Belajar dan
Permainan. Jakarta: Grasindo
Sujiono,
Yuliani Nurani. 2010. Bermain Kreatif
Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta: PT Indeks
Sugianto,
Mayke. 1995. Bermain, Mainan dan
Permainan. Jakarta: DEPDIKBUD Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.