Senin, 03 Oktober 2016

pembelajaran bahasa menggunakan permainan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI RIAU
2016

KATA PENGANTAR
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya sehingga makalah ini dapat kami susun dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia menujunjalan kebenaran.
            Makalah ini ditunjukkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas Tinggi. Diharapkan dengan penyusunan makalah ini pemahaman kami tentang Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Menggunakan Permainan.
Kami menyadari bahwa makalah ini dalam penyusunan jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, atau pun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sebagai acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
            Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Serta dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca.

Bangkinang, 23 September 2016

Penulis



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A.    Latar Belakang............................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C.     Tujuan............................................................................................................ 1
BAB II PEBAHASAN............................................................................................. 3
A.    Hubungan Bermain Dengan Belajar.............................................................. 3
B.     Pengertian Bermain........................................................................................ 4
C.     Teori Bermain................................................................................................. 7
D.    Karakteristik Kegiatan Bermain................................................................ .... 7
E.     Fungsi Bermain Dalam Pendidikan............................................................... 8
F.      Permainan Bahasa.......................................................................................... 8
G.    Model-Model Pengembangan Pembelajaran Dengan Permainan Bahasa......                         12
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 14
A.    Kesimpulan.................................................................................................... 14
B.     Saran.............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Belajar tidak mungkin dipaksakan. Cara belajar yang baik, salah satunya adalah dalam suasana tanpa tekanan dan paksaan. Tentunya, cara belajar yang paling menyenangkan adalah sambil bermain. Naluri anak yang harus memperoleh kesempatan untuk bermain, tetap tersalurkan. Permainan biasanya dapat dilakukan dengan menirukan atau memperagakan keadaan yang sebenarnya.
Teknik mengajar dengan permainan, terutama sangat efektif untuk menjelaskan suatu pengertian yang bersifat abstrak atau konsep yang sering sulit dijelaskan dengan kata-kata. Melalui permainan yang dirancang khusus, para siswa dapat mengalami sendiri secara langsung suatu kejadian. Dengan permainan, siswa dapat memahami suatu konsep, prinsip, unsur pokok dan hasil. Misalnya, untuk menjelaskan fonologi dan inotasi yang tidak ada wujud bendanya, permainan dapat menguraikan secara rinci dan jelas melalui prilaku siswa yang turut dalam permainan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hubungan bermain dengan belajar?
2.      Apa pengertian bermain?
3.      Apa saja karakteristik kegiatan bermain?
4.      Bagaimana fungsi bermain dalam pendidikan?
5.      Apa saja permainan bahasa?
6.      Bagaimana membuat model-model pengembangan pembelajaran dengan permainan bahasa?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui hubungan bermain dengan belajar.
2.      Untuk mengetahui pengertian bermain.
3.      Untuk mengetahui karakteristik bermain.
4.      Untuk mengetahui fungsi bermain dalam pendidikan.
5.      Untuk mengetahui permainan bahasa.
6.      Untuk mengetahui model-model pengembangan pembelajaran dengan permainan bahasa.





































BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hubungan Bermain dengan Belajar
Anak-anak bermain dengan berbagai bentuk dan cara. Ada permainan tertentu yang bentuknya berupa aktivitas yang mereka lakukan dengan manusia (people). Mereka bermain dengan teman sejawatnya, dengan kakak-adik-saudaranya, atau juga bermain dengan kita. Ada juga bentuk permainan yang mereka lakukan dengan benda-benda (toys), dari mulai yang paling canggih sampai yang sederhana, seperti sepeda atau bola. Soal caranya, Mildred B. Parten (1932) mengamati ada enam cara bermain yang biasa mereka tempuh. Keenam cara itu bisa kita lihat di bawah ini:
1.      Unoccupied play: anak kita hanya berposisi sebagai pemerhati anak lain yang bermain.
2.      Onlooker play: mereka melihat dan bertanya pada anak lain yang sedang bermain, tetapi tidak mau terlibat.
3.      Solitary play: mereka bermain dengan barang mainannya tanpa ada keterlibatan dengan temanya, terkadang juga ngomong sendiri.
4.      Paralel play: mereka sama-sama bermain dengan temannya (bukan bermain bersama), masing-masing memainkan barang mainan yang dibawa, tanpa ada interaksi dalam permainan
5.      Assosiative play: mereka saling tukar barang mainan, namun tidak ada aturan yang mereka sepakati.
6.      Co-operative play: mereka bermain dangan aturan yang mereka sepakati, misalnya bermain bola, perlombaan dalam naik sepeda, bermain game di komputer, dan biasanya menerapan hukum siapa yang kalah dan siapa yang menang.
Berbagai cara dalam bermain itu mereka lakukan sesuai dengan perkembangan usia dan jenis kelamin. Anak perempuan, katanya, lebih suka bermain secara paralel, sementara anak laki-laki bermain secara associative dan co-operative. Terlepas apapun cara bermain yang mereka tempuh, sejauh menyenangkan dan tidak membahayakan, bermain itu juga memberikan dampak perkembangan psikologis tertentu.
Dalam keilmuannya, banyak pendapat yang membeberkan hubungan sinergis antara bermain dan belajar, tetapi dalam prakteknya, tradisi kita pada umumnya masih mengkontradiksikan antara bermain dan belajar. Inipun muncul dengan berbagai alasan. Misalnya saja main berlebihan sehingga tidak bisa berkonsentrasi belajar (akademik) pada saat konsentrasi itu dibutuhkan. Atau juga, mereka bermain hanya untuk bermain sehingga proses pembelajaran mental yang mestinya mereka dapatkan dari permainan itu kurang optimal.
Untuk yang terakhir itu, memang tidak bisa hanya mengandalkan pada kapasitas anak-anak. Karena itu, di sinilah perlunya kita memfasilitasi anak-anak agar bisa menyerap berbagai materi pembelajaran mental yang mestinya mereka dapatkan dari permainan yang mereka lakukan. Tentu saja harus mengedepankan asas menyenangkan, tidak tegang, atau tidak terlalu tinggi untuk bisa ditangkap oleh jangkauan berpikir mereka. Akan lebih bagus lagi kalau ditambah dengan cerita-cerita kepahlawanan, kesalehan, dan kehebatan sosok yang mereka kagumi pada saat kondisi jiwa mereka siap menerima (story telling method).
B.     Pengertian Bermain
Pengertian bermain sangatlah unik dan deskriptif. Terdapat berbagai pandangan dan pengertian yang diberikan oleh kaum akademik maupun nonakademik secara luas dan beraagam, mulai teori klasik yang dikaitkan dengan “surplus energy” dan hewan. Teori ini menyatakan, semakin tinggi spesies makhluk hidup semakin banyak waktu dihabiskan untuk bermain di mana pada kasus spesies yang lebih rendah energi dikeluarkan hanya untuk memenuhi kebutuhan utama organisme tersebut. Antara tahun 50-an hingga 70-an  teori-teori tentang bermain muncul. Ada teori bermain yang dikaitkan dengan dorongan dan keperluan dasar organisme. Disamping itu ada juga teori yang menyatakan bermain sebagai komunikasi, bermain sebagai peluang menjelajah perilaku baru bahkan Heron (1971) menegaskan bermain sebagai suatu pekerjaan bagi anak-anak. Lebih jauh Moyles (1991) menegaskan bahwa bermain adalah suatu proses yang diperlukan baik oleh anak-anak maupun orang dewasa.  Bermain merupakan proses pembelajaran yang melibatkan pikiran, persepsi, konsep, kemahiran sosial dan fisik. Selain itu bermain juga dikaitkan dengan ganjaran instrinsik dan kegembiraan. Dengan demikian bermain merupakan aktivitas yang natural bagi anak-anak yang memberi peluang kepada mereka untuk mencipta, menjelajah dan mengenal dunia mereka sendiri.
Menurut tokoh-tokoh pendidikan anak-anak, seperti: Plato, Aristoteles,  Frobel, Hurlock dan Spencer (dalam Satya, 2006) bermain  adalah suatu upaya anak  untuk mencari kepuasan, melarikan diri ke alam fantasi dengan melepaskan segala keinginannya yang tidak dapat tersalurkan, seperti : keinginan untuk menjadi presiden, raja, permaisuri, cinderella dan lain-lain. Bermain sebagai kegiatan  mempunyai nilai praktis. Artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Sedangkan menurut Hurlock, bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan. Di samping itu bermain bagi anak  adalah upaya yang menyalurkan energi yang berlebihan dan dapat menghindari hal-hal negatif yang diakibatkan dari tenaga yang berlebihan, salah-satu contoh akibat dari kelebihan tenaga ini adalah timbulnya perkelahian antar pelajar.
Menurut Rebecca Isbell dalam bukunya The Complete Learning Center Book, “Play is Children’s Work and Children Want to Play”, dalam bermain, anak-anak mengembangkan keahlian memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai cara untuk melakukan sesuatu dan menentukan pendekatan terbaik. Dalam bermain anak-anak menggunakan bahasa untuk melakukan kegiatan mereka, memperluas dan memperbaiki bahasa mereka sambil berbicara dengan anak lainnya. Ketika bermain, mereka belajar tentang orang lain selain dirinya dan mereka mencoba berbagai peran dan menyesuaikan diri saat bekerjasama dengan orang lain. Bermain membentuk perkembangan anak pada semua bagian: intelektual, sosial, emosional dan fisik (Isbell dalam Satya, 2006).
Bermain adalah pekerjaan anak-anak dan anak-anak sangat gemar bermain. Dalam bermain anak mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dengan mencoba berbagai cara dengan mengerjakan sesuatu dan memilih dan menentukan cara yang paling tepat. Dalam bermain anak-anak menggunakan bahasa untuk membawakan aktivitasnya, memperluas dan menyaring bahasa mereka dengan berbicara dan mendengar anak lain. Ketika bermain mereka belajar memahami orang lain dengan cara mensepakati komitmen yang mereka buat dari berbagai aturan dan menilai pekerjaan secara bersama-sama. Bermain mematangkan perkembangan anak-anak dalam semua area; intelektual, sosial ekonomi dan fisik.
Bermain bagi anak adalah apa yang mereka lakukan sepanjang hari, bermain adalah kehidupan dan kehidupan adalah bermain. Anak-anak tidak membedakan antara bermain, belajar dan bekerja. Anak-anak adalah pemain alami, mereka menikmati bermain dan dapat berkonsentrasi dalam waktu yang lama untuk sebuah keterampilan. Bermain merupakan motivasi interinsik bagi anak dan tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya.
Dalam bermain anak dapat mengembangkan mental, menumbuhkan kemampuan untuk memecahkan masalah dalam hidupnya (perkembangan sosial) dan meningkatkan kebugaran komponen motoriknya. Tidak ada satu definisi yang dapat  menjelaskan arti bermain yang sebenarnya.( Mary Mayesky, 1990; dalam Satya 2006).
Permainan anak-anak merupakan wadah dasar dan indikator pengembangan mental. Bermain memungkinkan anak-anak untuk memajukan perkembangannya seperti sensori motor, intelegensi pada bayi, mulai dari operasional sampai operasional konkrit pada anak pra sekolah juga mengembangkan kognitif, fisik, dan perkembangan sosial ekonomi (George W Maxim, 1992, dalam Satya 2006).
Bermain merupakan kepentingan utama seorang anak dalam hidupnya, lewat bermain ia belajar keahlian untuk bertahan dan menemukan pola dalam dunia yang penuh kebingungan. (Lee, 1977).
Bermain merupakan tujuan dasar dari belajar pada masa kanak-kanak. Anak-anak secara bertahap mengembangkan konsep dari hubungan yang wajar, kemampuan untuk membedakan, untuk menilai, untuk menganalisis dan mengambil intisari, untuk membayangkan dan merumuskan.
C.    Teori Bermain
Secara umum teori-teori tentang bermain dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1.         Teori Klasik
2.         Teori Modern
D.    Karakteristik Kegiatan Bermain
George W Maxim (dalam Satya, 2006) mengemukakan lima karakteristik yang dapat diidentifikasi dalam bermain yaitu :
1.    Motivasi interinsik, aktivitas bertujuan untuk kesenangan dan motivasi datang dari dalam diri anak
2.    Penekanan pada proses bukan hasil
3.    Perilaku nonliteral, anak-anak menggunakan kekuatan yang luar biasa untuk berpura-pura selama bermain
4.    Kebebasan
5.    Kesenangan
Sedangkan karakteristik bermain yang dikemukakan oleh Mary Mayesky antara lain:
1.    Bagian alami dalam kehidupan anak, orang dewasa tidak dapat  mengemukakan bagaimana anak bermain
2.    Langsung pada diri sendiri
3.    Aktivitas kreatif bukan hasilnya
4.    Aktivitas total
5.    Sesuatu yang sensitif bagi anak
E.     Fungsi Bermain dalam Pendidikan
1.       Pendapat Huizinga (1950) karena masalah permainan dalam perluasannya  merupakan gejala kebudayaan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa permainan itu mempunyai makna pendidikan praktis.
2.       Montessori (Bigot, Kohnstamm, dan Pallad, 1950 : 273) menyebutkan  permainan sebagai alat untuk mempelajari fungsi. Rasa senang akan terdapat dalam segala macam jenis permainan, akan merupakan dorongan yang kuat untuk mempelajari sesuatu.
3.       Bucher (1960 : 48) berpendapat bahwa permainan yang telah lama dikenal  oleh anak-anak, orang tua, laki-laki maupun perempuan, mampu menggerakkan untuk berlatih, bergembira, dan rileks. Permainan merupakan salah satu komponen pokok pada tiap program pendidikan jasmani, oleh sebab itu guru pendidikan jasmani harus mengenal secara mendalam tentang seluk beluk permainan.
F.     Permainan Bahasa
Dengan jalan bermain, dapat diperoleh suatu kegembiraan atau kepuasan. Dibalik kegembiraan atau kepuasan, sebenarnya siswa memperoleh sejumlah keterampilan. Di dalam setiap permainan, terdapat suatu tantangan yang harus dihadapi. Tantangan itu kadang-kadang berupa masalah yang harus dipecahkan, kadang-kadang berupa rintangan yang harus diatasi, kadang-kadang pula berupa kompetisi yang harus dimenangkan.
Untuk memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam bidang kebahasaan, dapat ditempuh melalui berbagai permainan. Permainan-permaian yang berfungsi untuk melatih keterampilan dalam bidang kebahasaan itulah yang dinamakan permainan bahasa. Dalam kehidupan sehari-hari, permainan semacam itu sudah sering dilakukan. Akan tetapi pada umumnya hanya merupakan kegiatan pengisi waktu luang saja.
Tujuan permainan bahasa menurut Soeparno (1980: 60) yaitu untuk memperoleh kegembiraan dan memperoleh keterampilan tertentu dalam bidang kebahasaan. Apabila ada jenis permainan namun tidak ada keterampilan kebahasaan yang dilatihkan, maka permainan tersebut bukanlah permainan bahasa.
Berikut ciri-ciri permainan bahasa yang baik dan cocok dipraktikkan dalam pengajaran bahasa:
1.    Dapat mengukuhkan dan meningkatkan penguasaan bahasa, seperti mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Selain itu juga dapat meningkatkan penguasaan unsur bahasa. (kosa kata dan tata bahasa).
2.    Mempunyai rangsangan dan bahan yang menarik sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa pelajar.
3.    Memberikan peluang kepada siswa untuk bertindak secara aktif dan positif serta dapat meningkatkan minat mereka.
4.    Melibatkan peserta didik secara aktif, baik dalam kelompok maupun kelas.
5.    Mempunyai petunjuk dan peraturan yang jelas serta mudah dipahami.
6.    Dapat dijalankan dalam jangka waktu dan tempat yang sesuai agar pembelajaran dapat dicapai secara objektif.
Terdapat beragam macam permainan yang dapat diguanakan untuk pembelajaran Bahasa Indonesia. Beberapa contoh diantaranya sebagai berikut: 


1.       Bisik Berantai
Permainan ini dilakukan dengan cara setiap siswa harus membisikkan suatu kata (untuk kelas rendah) atau kalimat atau cerita (untuk kelas tinggi) kepada pemain berikutnya. Terus berurut sampai pemain terakhir. Pemain terakhir harus mengatakan isi kata atau kalimat atau cerita yang dibisikkan. Permainan ini dapat dilombakan dengan cara berkelompok. Permainan ini melatih keterampilan menyimak atau mendengarkan. 
Contoh :
Guru membisikkan sebuah kalimat atau menunjukkan sebuah tulisan yang harus dibaca oleh siswa pertama. Siswa terakhir tidak harus mengucapkan apa yang di bisikkan , tettapi menuliskannya di papan tulis. Dengan demikian permainan ini dapat untuk melatih empat macam keterampilan membaca sekaligus.
2.       Bertanya dan Menerka
Pada permainan ini siswa dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok satu sebagai penjawab dan kelompok kedua sebagai penannya. Kelompok penjawab harus menyembunyikan satu benda yang akan diterka oleh kelompok penannya dengan cara memberi pertanyaan yang mengarah kepada benda yang harus diterka. Setiap anggota kelompok penanya diberi kesempatan untuk memberikan satu pertanyaan kepada kelompok penjawab. Kelompok penjawab hanya boleh menjawab ”ya” atau ”tidak”. Setelah seluruh anggota kelompok bertanya, maka kelompok harus berunding dari hasil jawaban penjawab, benda apa yang disembunyikannya itu. Bila dapat diterka, maka kelompok penanya mendapat nilai. Permainan ini untuk melatih berbicara dan berpikir analisis.
Contoh :
  Siswa di bagi atas beberapa kelompok, satu diantaranya menjadi kelompok penjawab yang ditugaskan untuk menyembunyikan satu benda dan yang lainnya menjadi kelompok penanya. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk memberikan satu pertanyaan dan kelompok penjawab hanya bisa menjawab iya atau tidak.
3.       Meloncat Bulatan Kata
Buatlah bulatan-bulatan dari kertas karton, kira-kira sebesar piring. Tulislah nama-nama susunan keluarga, misalnya; ayah, ibu, kakak, adik. Pasanglah bulatan kata itu di lantai. Bentuklah siswa menjadi beberapa kelompok. Seluruh siswa setiap kelompok meloncati bulatan kata yang diucapkan kelompok lain atau guru. Misalnya loncat ke kakak, loncat ke ibu, loncat ke adik. Dengan demikian, setiap anak membaca bulatan untuk diinjak. Lebih meningkat lagi, bulatan kata bisa dalam bentuk yang lebih sulit, misalnya kata yang bila digabung menjadi kalimat. Kata dalam bulatan disebar di lantai dan memungkinkan dapat menyusun beberapa kalimat bila diloncati dengan benar. Permainan ini untuk membaca permulaan.
Contoh :
a.    Ayah pergi ke pasar. Jadi siswa harus loncat ke ayah, pergi ke dan pasar.
b.    Ayah membawa buku. Siswa harus meloncat ke ayah, membawa dan buku.  
4.       Simak kerjakan
Dalam pemainan ini pemain dibagi menjadi 2 kelompok. Setiap pemain dalam kelompok masing-masing harus mengikuti perintah yang diberikan oleh guru dengan syarat-syarat tertentu.
Contoh :
Suatu perintah “pegang telinga kiri dengan tangan kana lewat kepala belakang”. “tutup hidungmu dengan jari telunjuk kanan secara melintang”. Permainan ini untuk melatik keterampilan menyimak.

5.       Menyusun Kaliamat Dari Kata Akhir
Pada permainan ini anak diminta untuk berdiri berjajar. Selanjutnya guru mengawali dengan sebuah kalimat, dari kalimat yang sudah diucapkan secara lisan akan ditemukan kata akhir. Kata akhir tersebut lalu digunakan oleh anak berikutnya menjadi kata pertama untuk membuat kalimat baru. 
Contoh :
a.       Setiap hari aku pergi kesekolah naik sepeda
b.      Sepeda baru aku adalah hadiah lomba melukis  
6.       Kata dari Wacana
Permainan ini dimainkan secara berkelompok. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok mendapat fotocopy wacana yang harus dibaca. Setiap kelompok harus mengajukan satu kata yang telah didiskusikan, dikatakan pada kelompok lain. Kelompok yang diberi kata harus memberikan kata-kata lain yang berhubungan dengan kata yang diucapkan oleh kelompok pemberi kata.
Contoh :
Dari wacana musim hujan, kelompok mengambil kata hujan, maka kelompok lain menebak sebanyak mungkin kata yang berkaitan dengan hujan, seperti banjir, dingin, basah dan lain-lain. Permainan ini untuk melatih keterampilan membaca dan kosa kata.
G.    Membuat Model-Model Pengembangan Pembelajaran dengan Permainan Bahasa
a.         Menyusun Kaliamat Dari Kata Akhir
Pada permainan ini anak diminta untuk baris berjajar. Selanjutnya guru mengawali dengan sebuah kalimat, dari kalimat yang sudah diucapkan secara lisan akan ditemukan kata akhir. Kata akhir tersebut lalu digunakan oleh anak berikutnya menjadi kata pertama untuk membuat kalimat baru. Contoh :
c.       Setiap hari aku pergi kesekolah naik sepeda
d.      Sepeda baru aku adalah hadiah lomba melukis  
e.       Melukis adalah yang paling aku suka  
f.       Sukailah karya bangsa sendiri  
g.      Sendiri di rumah sangat susah 
h.      Susah senang itu adalah kembang kehidupan
i.        Kehidupan di dunia hanyalah sementara. dan seterusnya.
































BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bermain merupakan proses pembelajaran yang melibatkan pikiran, persepsi, konsep, kemahiran sosial dan fisik. Selain itu bermain juga dikaitkan dengan ganjaran instrinsik dan kegembiraan. Dengan demikian bermain merupakan aktivitas yang natural bagi anak-anak yang memberi peluang kepada mereka untuk mencipta, menjelajah dan mengenal dunia mereka sendiri.
Permainan bahasa merupakan permainan-permaian yang berfungsi untuk melatih keterampilan dalam bidang kebahasaan. Pada dasarnya tujuan permainan bahasa yaitu untuk memperoleh kegembiraan dan memperoleh keterampilan tertentu dalam bidang kebahasaan. Apabila ada jenis permainan namun tidak ada keterampilan kebahasaan yang dilatihkan, maka permainan tersebut bukanlah permainan bahasa. (Soeparno 1980: 60)
B.     Saran
Bagi guru-guru sekolah dasar dan calon guru sekolah dasar yang akan menggunakan permainan bahasa selayaknya terlebih dahulu mempelajari permainan bahasa dari sumber yang lebih lengkap lagi untuk menyesuaikan dengan karakteristik dan perkembangan anak didiknya.













DAFTAR PUSTAKA

Simon, Rochdi, dkk. (2007). Model Permainan di Sekolah Dasar. FIP. UPI
Sugiarsih, Septia. (2010). Permainan Bahasa Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. FIP. Universitas Negeri Yogyakarta
Sudono, Anggani. 2000. Sumber Belajar dan Permainan. Jakarta: Grasindo
Sujiono, Yuliani Nurani. 2010. Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta: PT Indeks
Sugianto, Mayke. 1995. Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta: DEPDIKBUD Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.


1 komentar:

  1. thanks untuk postingan nya... smoga jadi inspirasi bagi para guru

    BalasHapus